Saat
ini masyarakat mengenal obligasi sebagai salah satu instrumen investasi
yang memiliki imbal balik yang tinggi. Secara ringkas, obligasi
merupakan utang tetapi dalam bentuk sekuriti. Penerbit obligasi adalah
merupakan debitur bisa dilakukan oleh pemerintah ataupun perusahaan BUMN
atau swasta. Penerbitan obligasi ini biasanya dilakukan untuk
memperoleh pembiayaan pemerintah atau negara dengan sumber dana dari
luar. Obligasi mempunyai beberapa keuntungan, yakni memberikan
pendapatan tetap (fixed income) berupa kupon. Hal ini merupakan ciri
utama obligasi, di mana pemegang obligasi akan mendapatkan pendapatan
bunga secara rutin selama waktu berlakunya obligasi. Bunga yang
ditawarkan obligasi umumnya lebih tinggi daripada bunga yang diberikan
deposito atau SBI. Di samping penghasilan berupa kupon, pemegang
obligasi juga dapat memperjualbelikan obligasi yang dimilikinya. Karena
itu, bila Anda menjual lebih tinggi dibandingkan dengan harga saat Anda
membelinya, maka Anda sebagai pemegang obligasi memperoleh selisih yang
disebut dengan capital gain. Meski begitu, obligasi juga mempunyai risiko. Berikut beberapa risiko yang melekat pada obligasi
Risiko likuiditas Risiko
ini melekat pada semua obligasi, baik obligasi pemerintah dan obligasi
korporasi. Risiko ini timbul dari kemungkinan tidak likuidnya suatu
obligasi diperdagangkan atau tidak mudahnya menjual suatu obligasi di
pasar sekunder. Pasar sekunder obligasi tidak seramai pasar sekunder
saham. Jika di pasar saham saja ada saham yang tidak likuid, apalagi
dalam pasar obligasi. Untuk dua obligasi yang sama karektiristiknya
kecuali yang satu likuid dan yang satunya lagi tidak likuid, investor
akan meminta tambahan tingkat bunga untuk obligasi yang tidak likuid
atau premium risiko likuiditas. Suatu obligasi menjadi likuid di pasar
sekunder jika permintaan beli untuk obligasi itu cukup banyak atau
memang ada pihak yang berperan sebagai “market maker” yang salah satu
fungsinya adalah sebagai pembeli dan penjual obligasi tersebut.
Risiko maturitas Risiko
ini juga ada pada semua obligasi tetapi terutama pada obligasidan
berkaitan dengan masa jatuh tempo obligasi. Secara umum, semakin lama
jatuh tempo suatu obligasi, semakin besar tingkat ketidakpastian
sehingga semakin besar risiko maturitas.
Risiko default Risiko
default hanya ada pada obligasi korporasi. Berbeda dengan ORI dan SUN
yang dijamin pemerintah sebagai pengutang, obligasi korporasi tidak
dijamin pemerintah. Investor yang membeli obligasi korporasi harus
menyadari bahwa investasinya bisa tidak kembali jika sebelum obligasi
jatuh tempo, korporasi itu bangkrut. Risiko korporasi bangkrut sehingga
obligasi dan bunganya menjadi gagal dibayar inilah yang dimaksud dengan
risiko default. (*/AS) |