Yopie raup omzet miliaran dari mesin nomor antrean

INSPIRASI YOPIE HUTAHAEAN

Yopie raup omzet miliaran dari mesin nomor antrean

Yopie raup omzet miliaran dari mesin nomor antrean

Optimisme yang dibarengi ketekunan
akan membuahkan kesuksesan. Itulah yang dilakukan Yopie Hutahaean dalam
merintis usaha manufaktur bernama PT Rekavisitama. Meski diawali
kepahitan, pada akhirnya Yopie menuai buah nan manis.

Meski
terlihat sepele, mesin mencetak nomor antrean sudah menjadi alat wajib
bagi banyak perusahaan jasa yang berhubungan langsung dengan konsumen.
Produk ini biasa ada di bank, perusahaan asuransi, pembiayaan, kantor
pajak, dan kantor layanan konsumen lain. Salah satu produsen alat ini
adalah PT Rekavisitama, milik Yopie Hutahaean.

Yopie memang
salah satu dari sedikit produsen alat nomor antrean yang sudah digunakan
oleh banyak perusahaan. Alatnya dipakai oleh Kantor Pelayanan
Perbendaharaan Negara (KPPN), Taspen, Bank Mandiri, BRI, BNI, BTPN,
kantor pajak, BCA, PDAM, PLN, dan PT Bussan Auto Finance. Selain itu,
ada juga lembaga kesehatan seperti rumahsakit, klinik, dan puskesmas.

Melalui
bendera PT Rekavisitama, Yopie memproduksi dua produk, yaitu mesin
antrean dan perangkat laboratorium (lab) bahasa digital. Selain
menjaring klien perusahaan lokal, produk dan desain laboratorium
Rekavisitama sudah dikirim ke Arab Saudi. Perangkat laboratorium bahasa
digital biasanya terdiri dari satu unit komputer, master console pada sisi instruktur, dan panel siswa sampai 48 unit.

Mesin
nomor antrean Rekavisitama rata-rata dihargai Rp 20 juta hingga Rp 50
juta per unit. Sementara, produk dan desain laboratorium bahasa digital
dihargai Rp 80 juta–Rp 90 juta. “Pendapatan kami per tahun masih kecil
dibanding perusahaan manufaktur yang sudah raksasa,” kata dia. “Kecil“
versi Yopie berarti masih kurang dari Rp 20 miliar per tahun, lo.

Menurut
Yopie, permintaan mesin antrean dan perangkat laboratorium bahasa cukup
rutin per bulan. “Kami sering ikut tender pengadaan perangkat
laboratorium bahasa di sekolah-sekolah yang biasanya pada akhir tahun,”
kata suami Ruth Merlyn Sidauruk ini.

Walau merasa masih kecil,
bisnis Yopie saat ini sudah jauh lebih baik dari masa-masa lampau. Dia
pernah membuka usaha jual beli komputer sekaligus menjadi karyawan di
perusahaan mebel. Lulus kuliah jurusan elektronika di Universitas
Brawijawa, Malang, pada tahun 2000, ia dimodali sang ayah untuk membuka
usaha. “Saat itu usaha jalan, tapi saya merasa kurang dalam ilmu
manajemen,” ujar pria kelahiran Medan, 20 Oktober 1974 ini. Akhirnya,
setahun kemudian ia kuliah S-2 jurusan manajemen.

Sambil kuliah
dan berwiraswasta, Yopie bekerja sebagai supervisor di perusahaan mebel.
“Ternyata menjalankan tiga kesibukan sekaligus tidak mudah,” kata ayah
dari Lionel Hutahaean ini. Tahun 2002, usaha komputernya gulung tikar.
Sementara itu, kariernya sebagai karyawan stagnan. Dia pun memilih
hengkang dari perusahaan mebel pada Januari 2005.

Yopie
memutuskan membuka usaha desain produk elektronik pada Maret 2005.
Bersama keempat rekan, yaitu Tomi Yahya, Jimmy Handoyo, F. Lado, dan
Windiarso, ia membentuk usaha Rekavisitama dengan modal Rp 30 juta,
berbasis di Malang. “Tidak semudah yang kami bayangkan, kami berlima
hanya memiliki keahlian elektronika tapi tidak memiliki keahlian
mengelola perusahaan,” ujar Yopie.

Modal terbatas

Yopie
merasa modal yang ada kurang besar sehingga tidak mampu membuat produk
secara massal. Dia lantas mencari pinjaman ke bank karena tertarik
dengan tawaran iklan kredit tanpa agunan (KTA). Tapi setelah mencari
informasi dari satu bank ke bank lain, tak ada satu pun bank yang
melayani KTA. “Saya merasa tertipu iklan bank, tak ada kredit tanpa
agunan,” katanya.

Modal semakin tergerus, selama setahun lebih
tak ada order besar yang masuk. Setahun, Rekavisitama hanya bisa menjual
20 unit produk sistem pembelajaran mikrokontroler seharga Rp 100.000
per unit. “Telepon yang masuk banyak, tapi tak sampai memesan produk,”
kenangnya. Ia tidak mendapat gaji selama setahun karena habis untuk
operasional.

April 2006, perusahaan mebel tempat Yopie sempat
bekerja menawari bergabung kembali dengan tawaran posisi strategis.
“Bingung juga, menolak rezeki atau mencoba bersabar,” katanya. Yopie
memutuskan menolak tawaran itu. Berkat kesabarannya, pada Juni 2006 ada
pesanan laboratorium bahasa di Aceh. Ia pun terbang ke Serambi Mekah.

Kala
itu, jasa warung telepon alias wartel masih banyak. Yopie mencoba
menghubungi kembali calon klien yang dulu sempat menanyakan
produk-produknya melalui wartel di Aceh. “Saya sengaja telepon lewat
wartel supaya kode area Aceh muncul di telepon para calon klien yang
dulu sempat menghubungi kami agar mereka percaya produk kami mulai
digunakan di Aceh,” jelasnya. Benar juga, selang sebulan dari proyek
Aceh, klien lain berdatangan. “Proyek dan klien saya tampilkan di
website untuk membangun kepercayaan calon klien,” katanya.

Sejak itu, produk unik Rekavisitama semakin banyak dikenal mereka yang butuh.
Sumber:
http://peluangusaha.kontan.co.id/news/yopie-raup-omzet-miliaran-dari-mesin-nomor-antrean/?utm_source=twitterfeed&utm_medium=twitter

Terimakasih telah membaca di Topbisnisonline.com, semoga bermanfaat, mulai lah buat iklan gratis di Iklans.com dan lihat juga di situs berkualitas dan paling populer Piool.com, Aopok.com dan join di komunitas Topoin.com.


      Top Bisnis Online
      Logo
      Compare items
      • Total (0)
      Compare
      0