SENTRA KERAJINAN KULIT MANDING, YOGYAKARTA

SENTRA KERAJINAN KULIT MANDING, YOGYAKARTA

Melongok sentra kerajinan kulit Manding (1)

Melongok sentra kerajinan kulit Manding (1)

Kendati tidak sepopuler Jalan Malioboro, sentra
kerajinan kulit di Dusun Manding, Desa Sabdodadi, Bantul, Yogyakarta,
layak masuk dalam daftar tempat yang harus Anda kunjungi selama berada
di Yogyakarta. Berbeda dengan Malioboro yang menjadi pusat penjualan
aneka produk, sentra di Manding lebih fokus menjual produk kerajinan
dari kulit.

Di sini ada sekitar 30 kios yang menjajakan aneka
produk dari kulit, seperti tas, jaket, sepatu, sandal, dompet, ikat
pinggang, dan berbagai produk lainnya. Lokasi Manding cukup strategis
karena berada jalur utama Yogyakarta-Parangtritis.

Bila sedang
berwisata ke Pantai Parangtritis, Anda bisa mampir sejenak ke dusun
ini. Lokasi persisnya berada di Jalan Parangtritis kilometer (km) 11.
Dari kampus Institut Seni Indonesia (ISI) Yogyakarta, jaraknya hanya
sekitar 2 km.

Selain dapat diakses dengan bus trayek
Yogya-Parangtritis, juga dapat ditempuh dengan kendaraan pribadi. Tak
perlu bingung mencari tempat ini karena terdapat gapura besar di barat
jalan bertuliskan “Sentra Kerajinan Manding”.

Dari mulut gapura
itu, Anda sudah bisa melihat deretan kios di sisi kanan dan kiri jalan.
Setiap kios tampak memajang aneka produk berbahan dasar kulit.

Produk yang mereka pajang merupakan hasil kerajinan warga Manding. Di dusun ini terdapat sekitar 100-an perajin kulit,

KONTAN
sempat mengunjungi sentra ini sekitar sebulan lalu. Tidak nampak
kesibukan yang berarti di sentra tersebut. Rata-rata pedagang hanya
terlihat duduk santai sambil mengawasi satu dua pengunjung.

Salah
seorang pedagang bernama Dwi Astuti mengaku, sudah berjualan sejak
2002. Menurutnya, tren penjualan cenderung meningkat dibanding tahun
lalu. “Setiap tahun meningkat 5%-10%,” kata Dwi.

Selain melayani
penjualan di kios, ia juga melayani order dari luar daerah, seperti
Jakarta dan Kalimantan. Menurutnya, produk seperti tas, jaket, sepatu,
dan dompet termasuk yang paling banyak peminatnya. Produk itu dibanderol
mulai Rp 100.000-Rp 1,5 juta. Dwi mengaku, omzet kiosnya mencapai Rp 2
juta per hari. “Untuk labanya 30%-40%,” ucapnya.

Pedagang lainnya
adalah Angga Pamungkas. Pemilik Toko Harti ini bergabung di sentra
Manding sejak 2004. Ia mengaku, prospek usaha ini cukup bagus. “Apalagi
sekarang Manding makin dikenal,” ujarnya.

Berbeda dengan Dwi,
Angga belum melayani pesanan dari luar daerah. Maklum, di sentra ini, ia
masih tergolong pemain kecil. Selain stok terbatas, ia belum memiliki
relasi yang kuat ke daerah-daerah.

Ia mengaku, omzetnya dalam
sehari rata-rata Rp 500.000. Tapi saat akhir pekan mencapai Rp 1 juta.
Pasalnya, saat hari libur banyak turis mengunjungi sentra ini.

Sentra kerajinan kulit Manding ada sejak 1958 (2)

Sentra kerajinan kulit Manding ada sejak 1958 (2)

Dusun Manding, Desa Sabdodadi, Bantul, Yogyakarta
sudah terkenal sebagai sentra kerajinan kulit sejak tahun 1970-an.
Kerajinan kulit di dusun ini dipelopori oleh tiga pemuda setempat sejak
1958. Belakangan, banyak warga tertarik mengikuti jejak mereka.
Sementara toko mulai bermunculan di dusun ini tahun 1980-an.

Dusun
Manding, Desa Sabdodadi, Bantul, Yogyakarta sudah terkenal sebagai
sentra kerajinan kulit sejak tahun 1970-an. Kerajinan kulit di desa ini
dipelopori oleh tiga pemuda setempat, yaitu Prapto Sudarmo, Ratno
Suharjo, dan Wardi Utomo.

Keahlian mengolah kulit mereka dapat,
ketika bekerja di sebuah perusahaan kulit di Kota Yogyakarta pada tahun
1947. Pada tahun 1958, mereka memutuskan untuk pulang kampung dan
mendirikan usaha sendiri dengan memproduksi tas, jaket, dan lain-lain.

Dwijo
Hadi Suyono, pemilik Toko Selly Kusuma mengisahkan, sejak ketiga orang
itu merintis usaha kerajinan kulit di Manding, banyak warga yang
tertarik mengikuti jejak mereka. Lambat laun banyak warga setempat yang
berprofesi sebagai perajin kulit. Pada tahun 1970-an, dusun ini pun
mulai menjelma sebagai sentra kerajinan kulit.

Keahlian
mengolah kulit mereka dapat secara turun-temurun. Namun di tahun 1970-an
itu, belum ada toko atau showroom untuk memasarkan hasil produksi para
perajin kulit. “Toko mulai bermunculan di dusun ini sekitar tahun
1980-an,” kata pria yang akrab disapa Yono ini.

Toko-toko
bermunculan seiring semakin dikenalnya Manding di kalangan para
pelancong, baik dari Yogya maupun luar daerah. Sejak saat itu, Manding
menjadi ramai. Saat akhir pekan, banyak pengunjung datang ke kampung
ini.

Lantaran ramai pengunjung, jumlah toko pun semakin banyak.
Saat ini, tercatat sekitar 30 kios yang menjual aneka produk dari kulit,
seperti tas, jaket, sepatu, sandal, dan dompet. “Hingga saat ini,
hubungan antara pedagang dan perajin tetap terjalin dengan baik,” kata
Yono.

Awalnya, jumlah kios belum sebanyak sekarang. Di tahun
2000-an, jumlah kios baru ada sekitar 10-an. “Kalau tidak salah, kios
saya termasuk yang kesepuluh,” kenang Yono yang membuka kios di tahun
2000.

Yono bilang, jumlah kios tumbuh pesat di tahun 2007-2008
atau setahun setelah bencana gempa yang melanda wilayah Yogyakarta dan
sekitarnya pada tahun 2006 silam. Setelah gempa tersebut, banyak lahan
di pinggir-pinggir jalan yang disewakan.

Saat itu, hampir setiap
bulan muncul toko baru. “Kebanyakan yang membuka gerai adalah anak,
saudara, atau kerabat para perajin kulit,” ucap Yono yang menjabat Ketua
Pengurus Dusun Perajin Manding ini.

Dwi Astuti, pengelola Toko
Maylia, bilang bahwa menjamurnya kios itu memang membuat Manding semakin
terkenal sebagai sentra kerajinan kulit. Namun di sisi lain, persaingan
sesama pedagang juga semakin ketat. Soalnya, produk yang dijual juga
serupa. “Yang membedakan mungkin corak atau motif dan modelnya. Kalau
jenis produknya si sama,” ujarnya.

Walaupun persaingan semakin
ketat, tidak ada pedagang yang saling menjegal. Menurut Dwi, setiap
pedagang sudah memiliki pelanggan sendiri.

Untuk menjaring
pelanggan baru, biasanya setiap toko sudah tahu apa yang harus dilakukan
tanpa mencurangi toko lainnya. “Yang dilakukan masih dalam taraf wajar,
seperti mendekorasi outlet hingga memenuhi toko dengan beragam produk
,” ujarnya.

Serbuan impor (3)

Sentra kerajinan kulit Manding: Serbuan impor (3)

Dari tahun ke tahun perkembangan bisnis di sentra
kerajinan kulit di Dusun Manding, Desa Sabododadi, Bantul, Yogyakarta
terus meningkat. Sentra kerajinan kulit ini juga menjadi salah satu
tujuan wisata belanja para turis yang mampir ke Yogyakarta.

Tetapi
bukan berarti, bisnis para perajin kulit di Manding tak pernah seret.
Tahun 2010 lalu misalnya, omzet para perajin kulit anjlok. Gara-garanya,
erupsi Gunung Merapi yang terjadi September 2010.

Meski Dusun
Manding lokasinya jauh dari Gunung Merapi, tapi bisnis mereka terganggu
karena banyak turis yang takut berkunjung ke Kota Gudeg. Toh, para
perajin tak sampai menghentikan proses produksi kerajinan kulit.

Dwijo
Hadi Suyono, pemilik Toko Selly Kusuma di sentra ini, menuturkan, kala
itu para pedagang hanya berharap pada pengunjung dari Yogyakarta dan
sekitarnya. “Daerah ini mungkin tak terkena dampak Merapi secara fisik
tetapi dengan sepinya pengunjung menjadi pukulan telak buat pedagang,”
ujar lelaki yang kerap disapa Yono ini.

Hal senada dikatakan
Angga Pamungkas pemilik Toko Harti. Bahkan, ia sempat khawatir dampak
erupsi Gunung Merapi itu akan berkepanjangan sehingga mengganggu bisnis
mereka. “Banyak hasil produksi yang menumpuk karena tak laku terjual,”
kenangnya.

Namun, belakangan sentra kerajinan kulit Manding
kembali menggeliat. Pembeli kembali berdatangan dan pesanan terus
mengalir. Meski belum menyamai geliat penjualan pada tahun 2007-2009,
setidaknya para pedagang sudah bisa kembali tersenyum. “Bahkan beberapa
pedagang mulai kembali menggarap pasar ekspor ke Singapura, Taiwan dan
negara lain meski dalam skala kecil,” jelas Yono.

Ia bilang,
butuh waktu untuk bisa membuat sentra Manding kembali ramai. Karena di
sekitar Yogyakarta juga banyak berdiri toko modern yang menjual berbagai
produk kulit. “Produk kulit impor pun sudah mulai membanjiri pasar
Yogyakarta lewat toko modern yang banyak berdiri,” ujar Yono.

Namun
Yono tak gentar, karena sebenarnya secara kualitas kerajinan Manding
tak kalah dengan produk impor yang ada di pasaran. Ia justru merisaukan
harga bahan baku kulit sapi yang terus naik.

Angga juga
mencemaskan kenaikan harga kulit sapi dan domba karena bisa menambah
ongkos produksi. “Tahun ini kenaikan harga bahan baku kulit sudah lebih
dari 10% ,” ungkapnya.

Supaya bisa terus bertahan, para pedagang
di Manding akan membuat paguyuban. “Lembaganya semacam koperasi yang
akan menampung aspirasi para pemilik toko serta menjembatani jika ada
masalah yang muncul,” ujar Yono.

Dwi Astuti, pengelola Toko
Maylia mengatakan, pendirian koperasi ini memang dibutuhkan sebab,
kerajinan kulit menjadi mata pencarian bagi banyak orang di Manding.
Bukan hanya pemilik toko, tetapi juga para perajin menggantungkan
hidupnya dari penjualan kerajinan kulit. Para pedagang dan perajin kulit
berharap tren penjualan terus meningkat.

http://peluangusaha.kontan.co.id/news/melongok-sentra-kerajinan-kulit-manding-1
http://peluangusaha.kontan.co.id/news/sentra-kerajinan-kulit-manding-ada-sejak-1958-2
http://peluangusaha.kontan.co.id/news/sentra-kerajinan-kulit-manding-serbuan-impor-3

Terimakasih telah membaca di Topbisnisonline.com, semoga bermanfaat, mulai lah buat iklan gratis di Iklans.com dan lihat juga di situs berkualitas dan paling populer Piool.com, Aopok.com dan join di komunitas Topoin.com.


      Top Bisnis Online
      Logo
      Compare items
      • Total (0)
      Compare
      0