
Dwi Bayu Radius | Agus Mulyadi | Selasa, 8 Mei 2012 | 23:20 WIB

KOMPAS/HERU SRI KUMORO
Kayu gaharu.
NANGA BULIK, KOMPAS.com –
Prospek budidaya pohon gaharu yang menghasilkan resin dinilai amat
cerah. Resin tak hanya diminati pembeli lokal tetapi juga luar negeri.
Permintaan
yang besar membuat harga resin cukup tinggi. Budidaya gaharu juga dapat
dianggap sebagai langkah mendukung konservasi.
Kepala Dinas
Kehutanan dan Perkebunan (Dishutbun) Kabupaten Lamandau, Joko Marwoto,
di Nanga Bulik, Lamandau, Kalimantan Tengah, Selasa (8/5/2012) ini,
mengatakan, resin gaharu dari Lamandau sudah dipasarkan ke
Banjarmasin, Jakarta, bahkan diekspor antara lain ke Malaysia dan
Singapura.
“Saya tidak tahu pasti jumlah resin gaharu yang
diproduksi Lamandau. Pemkab Lamandau masih menghitung tapi resin yang
diproduksi belum mampu memenuhi permintaan,” katanya.
Gaharu merupakan tanaman hutan di Indonesia. Karena itu, membudidayakan gaharu bisa dianggap mendukung pelestarian hutan.
Direktur
Pusat Penelitian dan Pengembangan Konservasi dan Rehabilitasi,
Kementerian Kehutanan, Adi Susmianto, menjelaskan, permintaan resin
juga datang dari Kuwait. Pembeli dari negara itu bersedia menerima resin
hasil aplikasi teknologi dari gaharu yang disuntik dengan harga
sebesar Rp 15 juta per kilogram (kg).
Sementara meurut Gubernur
Kalteng, Agustin Teras Narang, setiap pohon gaharu yang dibiarkan tumbuh
secara alami dapat menghasilkan resin sekitar dua kg. Jika kualitasnya
sangat bagus, harga resin sebanyak itu amat tinggi atau mencapai Rp 58
juta.
Bupati Lamandau, Marukan Hendrik, menambahkan, gaharu saat
ini sulit ditemukan di hutan, karena banyak ditebang masyarakat yang
mencari resin. Kondisi tanah, topografi, dan iklim Lamandau cocok untuk
gaharu tapi jika tak dilestarikan akan punah.
“Kami mendorong masyarakat membudidayakan gaharu,” katanya.
Sumber:
http://regional.kompas.com/read/2012/05/08/2320568/Prospek.Budidaya.Pohon.Gaharu.Cerah..

