Oleh: Cepy Suherman
Saham dikenal sebagai salah satu instrumen
investasi yang pergerakannya sangat fluktuatif. Namun tidak sedikit juga kita
melihat saham yang harganya malah tidak bergerak sama sekali. Saham-saham
seperti ini sering disebut juga dengan “saham zombie”.
Naik-turunnya harga saham sebenarnya
dipengaruhi oleh mekanisme pasar. Artinya, pergerakan tersebut tergantung dari
jumlah permintaan dan penawaran terhadap saham tersebut. Dalam kondisi ekstrem,
saham dapat bergerak sangat volatile.
Harga saham dapat melambung tinggi atau menurun secara drastis dan tidak wajar.
images.squarespace-cdn.com |
Pada dasarnya, harga saham memang mudah
bergerak naik turun. Ia bahkan bisa saja bergerak tidak terkendali di dalam
satu hari perdagangan saham. Dan untuk melindungi investor dari fluktuasi harga
saham yang terlalu tinggi, Bursa Efek Indonesia (BEI) menetapkan batas maksimum kenaikan dan batas minimum penurunan harga saham dalam satu hari
perdagangan bursa. Aturan ini dikenal juga dengan Auto Rejection.
Apa
itu Auto Rejection?
Secara literal, istilah auto rejection berasal dari kata auto dan reject, yang berarti penolakan secara otomatis. Lalu pertanyaannya,
apa yang ditolak? Dalam dunia pasar modal, auto rejection merupakan sistem di
BEI yang membatasi kenaikan atau penurunan harga saham dalam satu hari
perdagangan. Sistem ini akan secara otomatis menolak order atau penawaran jual-beli yang melebihi batasan yang
ditetapkan oleh sistem.
Keberadaan sistem auto rejection oleh BEI ditujukan untuk terlaksananya perdagangan
efek yang teratur, wajar, dan efisien. Apabila aturan auto rejection ini tidak diterapkan, pergerakan suatu saham bisa
tidak terkendali, bisa naik sangat tinggi, atau menurun sangat dalam. Di pasar
modal Indonesia, aturan auto rejection
dibagi menjadi dua, yaitu auto rejection
atas (ARA) dan auto rejection bawah
(ARB).
Auto Rejection Atas (ARA)
Auto Rejection Atas atau yang lebih dikenal dengan sebutan ARA, merupakan
penentuan batas kenaikan suatu harga saham dalam sehari dengan menggunakan
bentuk persentase. Besarnya batas atas kenaikan harga saham ini berbeda-beda
tergantung fraksi harga sahamnya. Sesuai dengan Keputusan Direksi NoKep-00023/BEI/03-2020, batas ARA yang berlaku saat ini yaitu:
· 35% untuk saham dengan rentang harga
Rp50,00 (lima puluh rupiah) sampai dengan Rp200,00 (dua ratus rupiah);
· 25% untuk saham dengan rentang harga
Rp200,00 (dua ratus rupiah) sampai dengan Rp5.000,00 (lima ribu rupiah);
· 20% untuk saham dengan harga di atas
Rp5.000,00 (lima ribu rupiah).
Saat harga saham sedang mengalami kenaikan,
yang mana kenaikan tersebut sudah mendekati dan bahkan melampaui persentase
harian tertentu yang sudah ditetapkan, maka nantinya akan terjadi penolakan
secara otomatis oleh JATS (Jakarta
Automated Trading System). Sekarang perhatikan contoh kasus berikut ini!
Misalkan harga penutupan saham ABCD hari
sebelumnya adalah Rp2.000,00. Karena harga sahamnya ada di rentang Rp200,00
hingga Rp5.000,00, maka batas auto
rejection atasnya adalah 25%. Artinya, kenaikan harga saham ABCD maksimal
adalah sebesar Rp2.000,00 + (Rp2.000,00 × 25%) = Rp2.500,00. Misalnya kamu memasang order beli melebihi
Rp2.500,00, maka order kamu akan ditolak secara otomatis oleh sistem. Perhitungan
ini berlaku untuk satu hari perdagangan bursa.
Auto Rejection Bawah (ARB)
Kebalikan dari auto rejection atas ialah auto
rejection bawah (ARB). ARB didefinisikan sebagai batas maksimum penurunan
harga saham dalam satu hari perdagangan. Seperti halnya ARA, penentuan batas
ARB juga diukur dalam satuan persentase penurunan harga saham dalam satu hari.
Sesuai dengan keputusan Bursa Efek Indonesia, besarnya ARB yang berlaku saat
ini yaitu sebesar 7%, berlaku untuk
semua rentang harga.
i.buddyku.id |
Lalu, bagaimana mekanisme ARB ini bekerja?
Penurunan harga saham bisa terjadi karena
tidak ada order di antrean beli (bid)
atau antrean belinya kecil sekali, sementara aksi jual terus terjadi. Saham
yang terkena ARB otomatis tidak dapat di-order
lagi. Oleh karenanya, antrean jual menjadi terbatas, sehingga harga suatu saham
tidak melorot lebih dalam.
Persentase penurunan sebesar 7% ini berlaku
pada pergerakan saham yang diperdagangkan pada pasar sekunder. Perlu kamu
ketahui, penurunan maksimal 7% ini diterapkan ketika pandemi Covid-19 menyebar
di Indonesia. Sebelumnya, persentase penurunan dibatasi sebesar:
· 35% untuk saham dengan rentang harga
Rp50,00 (lima puluh rupiah) sampai dengan Rp200,00 (dua ratus rupiah);
· 25% untuk saham dengan rentang harga
Rp200,00 (dua ratus rupiah) sampai dengan Rp5.000,00 (lima ribu rupiah);
· 20% untuk saham dengan harga di atas
Rp5.000,00 (lima ribu rupiah).
Sebelum berlakunya aturan auto rejection yang baru, BEI
memberlakukan auto rejection simetris
antara batas atas dan batas bawah mulai 3 Januari 2017. Alasannya, karena pihak
bursa menilai kondisi pasar saat itu telah normal. Dengan berlakunya auto rejection yang simetris ini, rentang
fluktuasi pergerakan harga saham menjadi semakin lebar. Hal ini berarti volatilitas
pasar akan semakin besar, sehingga akan lebih menarik bagi para investor untuk
berinvestasi dan meningkatkan likuiditas saham-saham di bursa.
www.mncsekuritas.id |
Ketentuan terbaru terkait batasan
persentase ARB yang sebesar 7% ini sebenarnya masih bersifat sementara.
Perubahan kebijakan auto rejection
dilakukan untuk menanggapi pasar saham yang bergejolak di tengah pandemi.
Hingga saat ini ARB masih dipatok 7% dan masih dalam pertimbangan untuk
dikembalikan seperti semula.
Ketentuan
Tambahan Auto Rejection
Aturan auto
rejection yang kita bahas sebelumnya banyak terkait dengan faktor perubahan
harga. Di samping karena adanya perubahan harga yang signifikan, auto rejection juga diberlakukan bila
terjadi pembelian saham sebanyak lebih dari 50.000 lot atau 5% dari jumlah efek
tercatat (mana yang lebih kecil).
Ketentuan auto rejection juga ternyata berbeda antara saham IPO dengan saham
non IPO. Khusus untuk saham yang baru IPO (Initial
Public Offering) atau baru masuk ke dalam bursa, maka batasannya adalah dua kali dari persentase auto rejection. Batas ARB untuk saham
IPO yaitu sebesar 14%, sedangkan batas ARA-nya sebesar 40% hingga 70%,
tergantung rentang harganya. Makanya jangan heran jika harga saham pendatang
baru seringkali melejit hingga menyentuh batas auto rejection, dan hal ini bisa berlangsung hingga berhari-hari.
www.outlookindia.com |
Terkait sering terjadinya lonjakan harga
saham-saham baru yang sedang IPO, BEI telah melakukan pengkajian ulang tentang
batasan auto rejection terhadap
saham-saham baru tersebut. Hal ini karena lonjakan tersebut dinilai tidak
wajar. Dan kita masih menunggu apakah fleksibilitas batas bawah dan batas atas auto rejection saham IPO yang saat ini
dua kalinya saham non IPO patut dipertahankan, atau justru disamaratakan.
Saran untuk kamu yang berinvestasi saham,
ada baiknya untuk selalu berhati-hati terhadap saham-saham yang terkena ARA ataupun
ARB. Faktor yang mempengaruhi kenaikan ataupun penurunan harga secara
signifikan ini bisa bermacam-macam. Mungkin saja karena sahamnya tidak likuid, sehingga mudah bagi market maker (bandar)
untuk mengendalikan saham tersebut. Atau bisa juga karena ada berita atau rumor
yang dapat mempengaruhi keputusan para investor untuk membeli atau menjual
saham tersebut.
kabarduit.id |
Jadi, intinya adalah auto rejection diberlakukan untuk mengendalikan segala bentuk
ketidakwajaran yang terjadi di pasar, akibat adanya sikap fear & greedy yang berlebihan. Oleh karenanya, kamu tidak perlu
khawatir dengan segala bentuk “penolakan” ini.