Sebelumnya, bulan Maret 2008, saya sempat beli buku “Menilai Harga Wajar Saham (Stock Valuation)” karangan Andy Porman Tambunan.
Tapi namanya baru belajar, jadi apa yang dibaca kadang juga ngga langsung masuk ke dalam otak, cuma nempel sebentar, trs hilang lagi.. 🙂
Tahun 2010 awal, karena abis cut loss banyak di saham bakrie, saya mulai mencari tahu, trading style sperti apa yang sebenarnya cocok utk saya.
Akhirnya saya mulai baca-baca lagi semua buku ttg saham yang saya punya, termasuk juga bahan-bahan waktu saya ikut kursus dulu (sejak nyebur ke saham, saya banyak sekali ikut kursus2 saham, baik trading atau investasi, hampir tiap bulan nyaris selalu ada saja kursus yang saya ikuti).
Sampai akhirnya saya menemukan artikel ini lagi, dan artikel ini lah yang membuat saya jd terpacu untuk mendalami analisa fundamental, dan mulai meninggalkan trading..
Saya mau tulis ulang artikelnya di sini karena saya sangat terkesan dengan artikel ini, dan semoga bisa dibaca juga oleh yang lain.
Saya sarankan sih untuk beli buku aslinya, karena banyak real story di buku ini, yang tidak kita dapatkan di buku2 saham yang lain.. 🙂
Tulisan ini dikutip dari buku “Menilai Harga Wajar Saham” kar. Andy Porman tambunan, hal 59 – 61, dengan judul “Smart Money”.
“SMART MONEY”
Dalam sebuah resepsi, seorang teman bertanya tentang perkembangan saham UNVR (PT Unilever, Tbk.). Kebetulan dia bukan profesional di pasar modal dan baru kembali dari Jerman setelah menyelesaikan pendidikan. Jadi, wajar saja kalau tidak terlalu mengikuti perkembangan harga-harga saham di Indonesia.
Saya menjelaskan sebisanya dengan diakhiri sebuah pertanyaan, “Anda memiliki saham Unilever?”
Dia menjawab, “Oh.. ibu saya punya 100lot. Almarhum ayah saya membelinya sewaktu IPO dan masih disimpan di safe deposit box di bank. kalau tidak salah, ibu saya menerima deviden setiap tahun.”
Saya tercengang mendengar jawaban itu. Lalu saya menyarankan agar dia segera mengkonversikan saham tersebut karena saat ini perdagangan saham tidak menggunakan warkat lagi. Sudah scriptless.
“Lagi pula UNVR akan melakukan stock split satu berbanding sepuluh. Nanti jumlahnya jadi lima ratus ribu saham,” lanjut saya.
Alangkah bijaksana almarhum ayahnya. Beliau mewariskan sesuatu yang sangat berarti bagi kelanjutan hidup keluarganya. Salah satunya saham UNVR tadi. Bukan junk stock yang diwariskan beliau, tapi income stock. Seperti kita ketahui, UNVR cukup rajin membayarkan deviden tahunan. tetapi… tunggu dulu! Berapa jumlah saham si Ibu sekarang ini?
Jika waktu IPO sang Ayah membeli 100lot, mari kita lihat history stock saham UNVR berikut.
- 1 November 1982 : IPO @ Rp 3175,- per saham dengan nominal Rp 1000,- per saham. Berarti harga modal saham si Ibu adalah 100lot x 500 saham x Rp 3175,- = Rp 158.750.000,-
- 11 Juli 1989 : saham bonus 1 : 6 (artinya, tiap 6 saham lama mendapat bonus 1 saham baru), berarti si Ibu mendapat tambahan 8333 saham, sehingga total saham yang dimilikinya menjadi 58.333 saham
- 7 maret 1993 : saham bonus 6,688 : 100 (artinya, tiap 100 saham lama mendapat bonus 6,688 saham baru), berarti si Ibu mendapat tambahan 3901 saham, sehingga total yang dimilikinya menjadi 62.234 saham
- 6 November 2000 : Stock split 10:1 (artinya, 1 saham lama dipecah menjadi 10 saham, dan nilai nominal menjadi Rp 100,- per saham), berarti total saham yang dimiliki sang Ibu menjadi 622.340 saham
- 15 September 2003 : Stock Split 10 :1 (artinya, 1 saham lama dipecah menjadi 10 saham dan nilai nominal menjadi Rp 10,- per saham), berarti total saham yang dimiliki sang Ibu menjadi 6.223.400 saham
Return 24,58%/thn ini mungkin tidak terlihat besar bagi trader2 yang suka mencari gain puluhan persen hanya dalam hitungan hari, tapi bila kita diamkan selama 24 tahun, hasilnya benar2 amazing..
Regards,
– V3 –