
Selasa, 24 Juli 2012 | 12:44 WIB

Popularitas Alberthiene Endah sebagai salah satu penulis buku biografi
tak perlu diragukan lagi. Kepiawaiannya menggulirkan cerita, dan
mengorek sisi lain seorang tokoh terkenal, membuat para pembacanya tak
dapat berhenti membalik halaman demi halaman bukunya.
Sampai saat
ini, Alberthiene atau biasa disebut AE, sudah menghasilkan sekitar 29
buku biografi tokoh-tokoh terkenal seperti Krisdayanti, Chrisye, Raam
Punjabi, Anne Avantie, Titiek Puspa, Ibu Ani Yudhoyono, dan lain-lain.
Tak heran, Alberthiene kini dijuluki sebagai the most wanted biographer (penulis biografi paling dicari) di Indonesia.
Alberthiene
mengaku tak punya batasan waktu tertentu untuk bisa membuat buku.
“Semua itu tergantung dari proses wawancara yang dilakukan. Ketika
narasumbernya mudah untuk dikorek dan jujur, maka proses penulisan juga
akan lebih cepat,” tukasnya, saat acara peluncuran buku terbarunya, Meuthia Rizki: Memeluk Mimpi Mendayung Harapan, di Jakarta, beberapa waktu lalu.
Ia mengungkapkan, ada beberapa hal yang dibutuhkan untuk menjadi seorang penulis buku atau biografi yang sukses:
1. Buat suasana senyaman mungkin
Salah
satu proses awal sebelum menulis buku adalah mengumpulkan berbagai
bahan dan informasi melalui wawancara. “Ketika wawancara, usahakan untuk
membuat suasana senyaman mungkin, karena ini akan mempermudah
narasumber bercerita dengan nyaman pada Anda,” tukasnya. Ia menyarankan
untuk melakukan wawancara di tempat umum yang santai seperti di warung
kopi atau restoran.
Cari waktu yang tepat untuk wawancara, agar
pikiran narasumber terfokus pada Anda. “Sekalipun tokoh yang akan
ditulis bukunya ini sangat sibuk, sebaiknya jangan mau jika ia
menawarkan wawancara sembari bekerja. Hal ini akan membuat ceritanya
terlalu panjang, dan juga tidak jelas,” ungkapnya.
2. Beri batas waktu wawancara
Ketika
melakukan wawancara, sebaiknya beri batasan waktu. Wawancara yang
terlalu panjang akan mengaburkan inti penting dari sebuah cerita.
Menurut pengalaman Alberthiene, wawancara biografi seseorang akan sangat
efektif ketika dilakukan dalam waktu 90 menit.
“Biasanya saat wawancara, saya hanya menyediakan dua buah kaset untuk merekam cerita saja. Dan point cerita ini akan didapatkan di 90 menit pertama,” tukasnya.
3. Bedakan curhat dengan kisah hidup
Tidak
semua kisah dalam perjalanan hidup seseorang bisa dituliskan. Usahakan
untuk tidak terpancing dalam pembicaraan narasumber yang menyedihkan
ataupun menjengkelkan. Anda harus jeli untuk memisahkan curhat dengan
alur cerita yang ingin diketahui. Biasanya, alur cerita kisah hidup yang
sebenarnya akan diceritakan selama 90 menit pertama, dan sisanya adalah
curhat yang tidak terlalu penting untuk dituliskan.
Bumbu-bumbu
dalam curhat ini secara tak langsung akan menjadi bunga dalam cerita,
namun pada akhirnya akan menggiring Anda pada sebuah kesimpulan yang
tidak objektif.
4. Mendengarkan dengan hati
Mendengarkan
kisah hidup seseorang bukan hanya membutuhkan telinga dan alat perekam.
“Sebagai seorang penulis, semua itu tidak ada artinya, jika Anda tidak
bisa mendengarkan dan merekam dengan hati semua kisah yang diceritakan,”
ujarnya.
Menjadi penulis biografi juga bukan sekedar menjadi
pencatat perjalanan hidup seseorang, tetapi lebih mirip seperti
psikiater. Karena dalam cerita biografi, Anda harus bisa membuat
seseorang merefleksikan kisah hidupnya, mulai dari kenangan manis,
pahit, sedih, ataupun gembira, dengan baik.
“Untuk bisa mengorek
semua cerita itu, kita harus bisa berempati dengan situasi mereka dan
mendengarkan dengan hati, sebagai seorang teman yang baik. Dari situlah
semua cerita akan mengalir dengan jujur,” jelasnya.
5. Cari banyak informasi
Ketika
menulis biografi seseorang, Anda tak bisa hanya mendengarkan cerita
dari si narasumber saja. Kumpulkan juga informasi sebanyak-banyaknya
dari keluarga atau teman dekat yang ada di sekitarnya. Hal ini bertujuan
agar semua cerita yang dituliskan bisa menjadi sebuah cerita yang
konkret dan singkron dengan berbagai pihak. Mendengarkan kesaksian dari
satu narasumber saja akan membuat cerita ini menjadi terlalu subjektif
dan kurang akurat. “Sinkronisasikan cerita dari narasumber utama dengan
narasumber terdekat lainnya, agar ceritanya berimbang,” pungkasnya.