

Minat baca masyarakat Indonesia masih
rendah. Begitu hasil penilitian lembaga survei internasional. Selain harga buku
sulit terjangkau kalangan bukan mapan, judul buku yang terbatas juga menjadi
penyebabnya.
Kendati demikian, hasil survei ini tak mengurungkan usaha yang telah dirintis
Sudarmaji, pengelola kios persewaan buku berlabel Erlangga, di jalan Ahmad
Yani, Tanjungpinang.
”Ya, rata-rata adalah 20 sampai 50 buku yang disewa setiap hari,” ujar
Sudarmaji, seolah-olah membantah surveiitu.
Keluarga Sudarmaji boleh dikata secara khusus menggeluti bisnis sewa-menyewa
buku bacaan. Saudara-sauduranya yang lain pun ikut membuka bisnis serupa—yang
merupakan “warisan” orangtuanya.
Sudarmaji mulai menggeluti bisnis rental buku ini sejak 1979. Kala itu Sudarmaji
kecil masih bersekolah. Pagi buta, dia membantu orangtuanya mendorong gerobak
yang berisi buku-buku bacaan—saat itu masih berupa komik dan novel Koo Ping
Hoo—ke tempat mangkal di Jalan Merdeka. Trademark yang dipasang di gerobak itu
berlabel ”Singgalang”.
Usai menyiapkan ’dagangan’ orang tuanya tersebut, Sudarmaji kecil bergegas ke
sekolah. Usai bubaran dari sekolah, Sudarmaji pun ikutan nimbrung di ”kios
berjalan” orang tuanya tersebut.
Hari berlalu, sewa-menyewa buku tetap belum sepi peminat. Dari Jalan Merdeka,
bisnis persewaan buku pindah ke depan Bioskop Gembira di Jalan Teuku Umar.
Cukup lama juga parkir di situ. Persewaan buku ”Singgalang” tetap ramai
peminat.
”Yang enaknya saat itu, waktu kios belum buka pun orang sudah antri ingin
meminjam,” kenang Sudarmaji.
Tahta manajemen akhirnya berpindah. Orangtuanya menyerahkan pengelolaan sumber
penghasilan keluarga itu kepada Sudarmaji dan saudara-saudaranya.
Dalam bisnis, tak selamanya cerah, pun tak selamanya suram. Kios buku
”Singgalang” sempat berpindah-pindah tempat. Apalagi ketika Bioskop Gembira
tutup.
Sempat kios Sudarmaji mangkal di samping SD peninggalan Belanda di Jalan Teuku
Umar. Tak berapa lama, pindah lagi ke deretan kios di Lapangan Teladan—masih di
Jalan Teuku Umar. Sempat pula kios tersebut ”parkir” di Gedung Kaca Puri.
Malah, pernah mangkal di Pasar Inpres di Potong Lembu. “Pokoknya pindah-pindah
terus,” kenang Sudarmaji.
Dia mengakui, berpindah-pindah tempat itu mengurangi omset persewaan. Selain
pelanggan kesulitan untuk meminjam, buku-buku lama yang dipinjam pelanggan
banyak yang tak pulang.
“Banyak buku yang tak kembali. Setelah ditanya sana-sini tapi tak berhasil
juga, ya akhirnya biarkan saja,” ucap Sudarmaji yang pernah tinggal di Jalan
Jawa ini tersenyum.
Kini dia mulai membuka usaha sendiri, pisah dari usaha “warisan” orang tuanya.
Taman bacaan “Singgalang” masih berdiri dan dikelola oleh saudaranya. Demikian
dengan taman bacaan “Doraemon” di Jalan Tugu Pahlawan, juga milik saudaranya.
Namun, dia memilih untuk membuka usaha sendiri.
Menempati sebuah rumah kontrakan di Jalan Ahmad Yani, Sudarmaji membuka kios
persewaan buku dengan nama “Erlangga”. Berbeda dengan buku-buku persewaan
warisan orang tuanya yang berupa komik dan novel karya pribumi, buku-buku
persewaan di kiosnya banyak dipenuhi komik buatan Jepang dan novelis Barat.
“Sekarang peminat pembacanya rata-rata komik-komik seperti itu. Kita kan hanya
memenuhi selera pembaca,” kata Sudarmaji.
Menempati ruangan ukuran 4 x 4 meter, Sudarmaji bersama sang istri dan dua
orang anaknya, membuka kios bukunya dari pukul 08.00 hingga 22.00 WIB. Selain
persewaan buku, dia juga menyewakan film berupa VCD dan DVD, plus kios rokok
dan minuman ringan.
Segmen pelanggan tidak sama seperti waktu dulu. Kali ini pelanggannya banyak yang
masih anak sekolah. Namun, pelanggan seperti ini justru minat bacanya sangat
tinggi.
”Kalau pendapatan, tak tentu. Kalau lagi ramai bisa dapat 200 ribu supiah dalam
sehari. Kalau lagi sepi paling 25 – 100 ribu rupiah. Yang jelas, enak waktu
dulu, peminat ramai. Sekarang, sudah banyak orang yang buka persewaan buku,”
kata Sudarmaji.
Kendati demikian, bisnis seperti ini bukan tanpa hambatan. Sulitnya mencari
buku di Tanjungpinang menjadi salah satu kendala. ”Kadang saya sampai ke
Jakarta untuk mencari buku. Di sana kan banyak buku-buku komik dan novel. Kalau
di sini yaa agak susah,” ucapnya. (*/Chairoel Anwar/Kabar Indonesia)
rendah. Begitu hasil penilitian lembaga survei internasional. Selain harga buku
sulit terjangkau kalangan bukan mapan, judul buku yang terbatas juga menjadi
penyebabnya.
Kendati demikian, hasil survei ini tak mengurungkan usaha yang telah dirintis
Sudarmaji, pengelola kios persewaan buku berlabel Erlangga, di jalan Ahmad
Yani, Tanjungpinang.
”Ya, rata-rata adalah 20 sampai 50 buku yang disewa setiap hari,” ujar
Sudarmaji, seolah-olah membantah surveiitu.
Keluarga Sudarmaji boleh dikata secara khusus menggeluti bisnis sewa-menyewa
buku bacaan. Saudara-sauduranya yang lain pun ikut membuka bisnis serupa—yang
merupakan “warisan” orangtuanya.
Sudarmaji mulai menggeluti bisnis rental buku ini sejak 1979. Kala itu Sudarmaji
kecil masih bersekolah. Pagi buta, dia membantu orangtuanya mendorong gerobak
yang berisi buku-buku bacaan—saat itu masih berupa komik dan novel Koo Ping
Hoo—ke tempat mangkal di Jalan Merdeka. Trademark yang dipasang di gerobak itu
berlabel ”Singgalang”.
Usai menyiapkan ’dagangan’ orang tuanya tersebut, Sudarmaji kecil bergegas ke
sekolah. Usai bubaran dari sekolah, Sudarmaji pun ikutan nimbrung di ”kios
berjalan” orang tuanya tersebut.
Hari berlalu, sewa-menyewa buku tetap belum sepi peminat. Dari Jalan Merdeka,
bisnis persewaan buku pindah ke depan Bioskop Gembira di Jalan Teuku Umar.
Cukup lama juga parkir di situ. Persewaan buku ”Singgalang” tetap ramai
peminat.
”Yang enaknya saat itu, waktu kios belum buka pun orang sudah antri ingin
meminjam,” kenang Sudarmaji.
Tahta manajemen akhirnya berpindah. Orangtuanya menyerahkan pengelolaan sumber
penghasilan keluarga itu kepada Sudarmaji dan saudara-saudaranya.
Dalam bisnis, tak selamanya cerah, pun tak selamanya suram. Kios buku
”Singgalang” sempat berpindah-pindah tempat. Apalagi ketika Bioskop Gembira
tutup.
Sempat kios Sudarmaji mangkal di samping SD peninggalan Belanda di Jalan Teuku
Umar. Tak berapa lama, pindah lagi ke deretan kios di Lapangan Teladan—masih di
Jalan Teuku Umar. Sempat pula kios tersebut ”parkir” di Gedung Kaca Puri.
Malah, pernah mangkal di Pasar Inpres di Potong Lembu. “Pokoknya pindah-pindah
terus,” kenang Sudarmaji.
Dia mengakui, berpindah-pindah tempat itu mengurangi omset persewaan. Selain
pelanggan kesulitan untuk meminjam, buku-buku lama yang dipinjam pelanggan
banyak yang tak pulang.
“Banyak buku yang tak kembali. Setelah ditanya sana-sini tapi tak berhasil
juga, ya akhirnya biarkan saja,” ucap Sudarmaji yang pernah tinggal di Jalan
Jawa ini tersenyum.
Kini dia mulai membuka usaha sendiri, pisah dari usaha “warisan” orang tuanya.
Taman bacaan “Singgalang” masih berdiri dan dikelola oleh saudaranya. Demikian
dengan taman bacaan “Doraemon” di Jalan Tugu Pahlawan, juga milik saudaranya.
Namun, dia memilih untuk membuka usaha sendiri.
Menempati sebuah rumah kontrakan di Jalan Ahmad Yani, Sudarmaji membuka kios
persewaan buku dengan nama “Erlangga”. Berbeda dengan buku-buku persewaan
warisan orang tuanya yang berupa komik dan novel karya pribumi, buku-buku
persewaan di kiosnya banyak dipenuhi komik buatan Jepang dan novelis Barat.
“Sekarang peminat pembacanya rata-rata komik-komik seperti itu. Kita kan hanya
memenuhi selera pembaca,” kata Sudarmaji.
Menempati ruangan ukuran 4 x 4 meter, Sudarmaji bersama sang istri dan dua
orang anaknya, membuka kios bukunya dari pukul 08.00 hingga 22.00 WIB. Selain
persewaan buku, dia juga menyewakan film berupa VCD dan DVD, plus kios rokok
dan minuman ringan.
Segmen pelanggan tidak sama seperti waktu dulu. Kali ini pelanggannya banyak yang
masih anak sekolah. Namun, pelanggan seperti ini justru minat bacanya sangat
tinggi.
”Kalau pendapatan, tak tentu. Kalau lagi ramai bisa dapat 200 ribu supiah dalam
sehari. Kalau lagi sepi paling 25 – 100 ribu rupiah. Yang jelas, enak waktu
dulu, peminat ramai. Sekarang, sudah banyak orang yang buka persewaan buku,”
kata Sudarmaji.
Kendati demikian, bisnis seperti ini bukan tanpa hambatan. Sulitnya mencari
buku di Tanjungpinang menjadi salah satu kendala. ”Kadang saya sampai ke
Jakarta untuk mencari buku. Di sana kan banyak buku-buku komik dan novel. Kalau
di sini yaa agak susah,” ucapnya. (*/Chairoel Anwar/Kabar Indonesia)
Sumber : okezone.com