

Saat artikel ini ditulis
IHSG ada angka 5.811 atau telah jatuh 13% dari titik tertingginya 6.689 di awal
tahun 2018. Ditambah lagi Bursa Efek Indonesia melakukan penyesuaian metode
penghitungan indeks dengan menambahkan rasio free float terhadap kapitalisasi
pasar tiba tiba saja membuat IHSG terkoreksi cukup tajam. Padahal bila
diperhatikan sekilas penerpan free float sama sekali tidak akan mempengaruhi
fundamental suatu perusahaan, hanya mempengaruhi metode penghitungan indeks
LQ45 dan IDX 30. Anehnya koreksi IHSG terjadi bahkan sebelum penetapan aturan
tersebut.
berinvestasi pada saham mungkin tidak menyukai saat saat ketika IHSG
terkoreksi, parahnya lagi ada yang menganggapnya sebagi suatu bencana. Mereka
segera menjual saham yang dimiliki, diobral agar laku sesegera mungkin. Penulis
sebagai investor selalu mencoba memandang koreksi pasar dari sudut pandang yang
berbeda. Ketika orang menjual sahamnya
pada saat-saat yang tidak tepat, memberi peluang untuk memilih-milih saham
berfundamental bagus di harga diskon. Peluang menemukan saham berkualitas yang
di obral karena alasan-alasan selain manajemen bermasalah atau fundamental yang
buruk.
memperoleh profit seringkali menimbulkan keirasionalan pasar saham. Saham
perusahaan yang bisnisnya biasa-biasa saja tiba-tiba bias melesat tinggi begitu
sebaliknya Saham perusahaan dengan kualitas
bagus justru tidak diperhatikan.
menyukai berita-berita ketika IHSG mengalami koreksi daripada mengalami
peningkatan, terdengar aneh tapi itulah yang terjadi. Meskipun belum sempat
menghadapi koreksi sebesar tahun 2008 atau bahkan 1998 setidaknya mentalitas
sudah diasah sejak dini.