Krisis
global yang melanda banyak negara di dunia, membuat para investor mulai
melirik pasar uang Timur Tengah yang tak terkena imbas sama sekali.
Solusi yang dipilih adalah sukuk, kata ini memang tak seterkenal
obligasi lainnya. Namun ternyata memiliki banyak manfaat.
Sukuk
adalah istilah yang diambil dari bahasa Arab yang digunakan untuk
obligasi berdasarkan prinsip syariah. Sukuk dapat pula diartikan dengan
Efek Syariah berupa sertifikat atau bukti kepemilikan yang bernilai sama
dan mewakili bagian penyertaan yang tidak terpisahkan atau tidak
terbagi atas: kepemilikan aset berwujud tertentu, nilai manfaat dan jasa
atas aset proyek tertentu atau aktivitas investasi tertentu, dan
kepemilikan atas aset proyek tertentu atau aktivitas investasi tertentu.
Nah,
karena sukuk sama seperti sistem syariah lainnya, maka tidak ada
istilah bunga didalamnya, namun diganti dengan uang sewa. Ini salah satu
faktor kenapa perusahaan-perusahaan barat tertarik. Selain tanpa bunga,
para pengusaha ini melihat peluang dimana saat mereka menggunakan
sukuk, mereka mampu menembus negara-negara petrodollar. Negara
petrodollar adalah sebutan bagi negara di Timur Tengah yang memiliki dan
mampu memasok kebutuhan minyak mentah sendiri. Negara-negara tersebut
diantaranya adalah Bahrain, Kuwait, Oman, Qatar, Saudi Arabia, dan Uni
Emirat Arab.
Indonesia sendiri memang belum lama mengenal sukuk,
namun undang-undangnya sudah dikeluarkan bulan Mei 2008. Namanyapun
diganti menjadi Surat Berharga Syariah Negara (SBSN). Untuk pengadaan
sukuk atau SBSN, pemerintah menerapakan sistem Sale & Lease Back.
Awalnya pemerintah menyediakan sejumlah aset yang dijual kepada para
pembeli sukuk. Pastinya pemerintah mendapatkan uang dari hasil penjualan
sukuk, inilah yang dinamakan sale dari sistem Sale & Lease Back.
Setelah
itu, seusai menjual aset-aset tersebut kepada para pembeli, pemerintah
langsung menyewa kembali aset yang tadi dijualnya, tentunya dengan
membayar uang sewa. Ini adalah komponen Lease Back dari sistem Sale
& Lease Back. Nah, sebagai modal awalnya, pemerintah akan membeli
lagi aset yang dijual dengan harga yang sama saat jatuh tempo sukuk.
Misalnya
A diibaratkan sebagai pemerintah dan B diibaratkan sebagai Anda yang
membeli sukuk. A memiliki sebuah mobil seharga Rp 100juta dan menjual
kepada B. Namun karena suatu kondisi A membutuhkan uang dan tetap
membutuhkan mobil yang dijualnya. Lalu A berinisiatif untuk menyewa
mobil dari B dengan membayar uang cicilan Rp 1juta/ bulan selama 2
tahun.
Namun sebelumnya A dan B menandatangani perjanjian yang
isinya adalah, setelah 2 tahun A akan membeli kembali mobil dengan harga
yang sama seperti saat menjual yaitu Rp 100 juta. Jadi dengan kata lain
B mendapatkan keuntungan Rp 24 juta dari perjanjian tersebut.
Dari
contoh diatas, Anda dapat mengetahui bahwa bunga diganti dengan uang
sewa. Jadi, keuntungan yang Anda dapatkan bukanlah bunga melainkan uang
sewa yang dihalalkan dalam konsep syariah.
Sukuk dari Indonesia
antara lain IFR-0001, yang tanggal jatuh temponya adalah 15 Agustus 2015
(7 tahun) dengan sewa 11,80% dan IFR-0002 yang tanggal jatuh
temponya adalah 15 Agustus 2018 (10 tahun) dengan sewa 11,95%.
Jumlah persentasinya memang tak besar, namun memiliki sejumlah keuntungan diantaranya: 1.
Bunga atau uang sewa sukuk tidak berubah selama masa berlakunya
obligasi. Ini berarti jumlah persentase bunga (sewa) yang diberikan
tidak akan mengikuti persentase suku bunga negara. Jadi sewaktu-waktu
suku bunga merosot, Anda tetap akan menikmati sejumlah uang berdasarkan
persentasi diatas. 2. Tingkat keamanan sukuk lebih tinggi
dibandingkan dengan tabungan atau deposito. Ini karena tingkat
persentasi bunga (sewa) yang diberikan tidak akan melampaui ketetapan
pemerintah. (*/mediaindonesia.com) |