Tahun ini menjadi spesial bagi investor saham. Termasuk penulis sendiri, karena Memasuki tahun ke 6 di pasar modal indonesia, akhirnya bisa menemui crash atau koreksi yang besar untuk pertama kalinya. Meski tidak sebesar crash tahun 2008, peristiwa itu tetap memberi pelajaran dan pengalaman yang sangat berharga.
Memasuki tahun 2021, Indek Harga Saham Gabungan (IHSG) ditutup di angka 5979 atau turun -4,80% dari awal tahun, ketika itu IHSG tercatat berada di angka 6283. Namun bila dilihat dari hal hal luar biasa yang terjadi, penurunan ini kami rasa tidak terlalu besar. Benar saja, ketika pemerintah mengkonfirmasi kasus Covid 19 pertama di indonesia, tidak butuh waktu lama Bagi IHSG untuk turun hingga menyentuh 3900. Atau telah turun lebih dari 37%. Meski pelan pelan mulai naik, Namun tepat setelah pemerintah mengumumkan indonesia resmi mengalami resesi 5 November, kenaikan IHSG justru makin tidak terbendung hingga sempat menyentuh 6165.
Nah hal yang sama juga terjadi pada portofolio kami, meski sempat mengalami floating -35%, mulai berangsur angsur naik di bulan bulan november, hingga akhirnya ditutup dengan kinerja 31%. Angka ini sebenarnya jauh di atas ekpektasi kami, karena bayangan kami Tahun ini akan ditutup dengan negatif.
Jujur saja kami sangat puas dengan kinerja tahun ini. Bayangkan ketika IHSG -4,80% kinerja kami 31%. Angka ini tidak terlepas dari kontribusi Dividen yang kami dapatkan dari beberapa emiten yang kami beli di tahun tahun sebelumnya. Dividen yang dibagikan di kuartal kedua memberi kami tambahan uang cash untuk menambah porsi kepemilikan dibeberapa saham potensial.
Metode Pengukuran Portofolio
Sejatinya, mengukur kineja investasi saham sangat mudah. Bila di awal tahun modal investasi kita 100 juta kemudian di akhir tahun nilainya menjadi 125 juta, maka keuntungan investasinya adalah 25%. Namun sama dengan investor lainnya, admin juga sering kali melakukan top up tiap bulannya. Untuk kalian yang sedang nabung saham sepertinya juga menemui kesulitan yang sama. Bagaimana cara menghitung kinerjanya?
Seperti tahun tahun sebelumnya, tahun ini kami masih mengukur kinerja investasi dengan metode Net Asset Value (NAV). Jadi Portofolio investasi kita diIbaratkan sebagai sebuah reksadana. Ini mungkin terdengar sedikit rumit namun akan menjadi jauh lebih mudah bila melihatnya secara langsung.
Catatan Penting
Kembali pada tahun 2019, dimana isu crash sangat santer dibicarakan. Terlebih tentang siklus crash yang terjadi 10 tahun sekali. Hal ini semakin diperkuat dengan fenomena inverted yield curve. Meski tidak terlalu percaya dengan ramalan-ramalan seperti ini, penulis tetap melakukan langkah preventif. Tentunya bukan dengan menjual seluruh saham yang di portofolio. Posisi kami saat itu hampir 100%. Hanya saja kami memasukan intrument dividen yield dalam pemilihan saham. Langkah ini memberi hasil yang sangat baik, tercatat dividen memberi kontribusi sebesar 6% pada kinerja kami. Belum lagi dividen yang dibagikan pada kuratal ke2 dan ke 3 ini kami investasikan lagi ke saham saham yang potensial. Kami rasa kontribusi sebenarnya lebih besar dari 6%.
Di tahun 2021 ini, tentu metode ini tidak lagi relevan karena sebagian besar perusahaan mengalami penurunan laba, sehingga kemungkinan dividen yang dibagikan tidak sebesar tahun 2020 sebelumnya.
Strategi tahun 2021
Melihat kondisi pasar saat ini, menemukan saham bagus di harga diskon tidak semudah di tahun 2020. Sehingga di tahun ini kami masih akan menghold saham saham yang ada di portofolio sambil menunggu harganya melampaui nilai intrinsiknya. Properti dan kontruksi sepertinya akan menjadi sektor yang menarik bagi kami untuk investasi 3 -5 tahun ke depan. tentunya hanya saham yang memenihi syarat dibawah yang akan kami beli. Dan bila disaat yang bersamaan kami tidak bisa menemukan saham yang memenuhi kriteria, dana hasil penjualan akan dititipkan sementara di reksadana pasar uang ataupun reksadana obligasi. kurang lebih itulah gambaran umum tentang strategi kami tahun 2021, tentu saja pada prakteknya tidak akan 100% sesuai rencana, sehingga akan dilakukan beberapa penyesuaian sesuai dengan kondisi pasar modal indonesia yang penuh ketidakpastian
Kriteria Pemilihan Saham
- Memiliki Return On Equity diatas 10% selama 5 Tahun Terakhir
- Harganya diskon ditunjukkan dengan PBV dibawah 0,8x
- Kondisi keuangan perusahaan Sehat ditunjukkan dengan DER dibawah 80%. Foktor hutang sepertinya menjadi salah satu faktor penting dalam pemilihan saham di tahun 2021