Namun sejak tahun 2008, kala Amerika diterpa krisis sub-prime mortgage yang membangkrutkan Lehman Brothers, banyak orang mulai bertanya-tanya apakah buy-and-hold adalah satu-satunya strategi tepat main saham. Mengapa baru timbul keraguan saat itu? Tidak lain karena investor yang beli-dan-pegang saham Amerika sejak tahun 2000 sampai dengan 2008 mendapat imbal hasil nol, bahkan negatif.
Kalau beli-dan-pegang tidak menguntungkan pada periode tersebut, mungkinkah strategi trading saham lebih baik?
Mungkin saja.
Tapi untuk menentukan mana yang lebih baik, kita harus membandingkan imbal hasil (return) kedua strategi tersebut. Nah, di sini kita dihadang masalah. Di satu pihak kita dapat dengan mudah menghitung imbal hasil buy-and-hold: kita hanya perlu membandingkan harga saham waktu kita beli dan harga saham sekarang. Tapi di pihak lain kita sulit menentukan imbal hasil trading saham karena ada ribuan bahkan jutaan cara melakukan trading. Dengan begitu banyaknya cara trading saham, yang manakah yang layak kita pakai sebagai bahan perbandingan?
Memang, secara teoritis trading saham bisa jauh lebih menguntungkan daripada buy-and-hold. Begini maksud saya: kalau kita bisa membeli saham di harga terendah tahunan (low of the year) dan menjual di harga tertinggi pada tahun itu (high of the year), dan melakukan itu setiap tahun selama bertahun-tahun, imbal hasil kita akan amat sangat lebih tinggi dari strategi beli-dan-pegang.
Masalahnya, tidak pernah ada satu orangpun yang berhasil melakukan hal ini dan hampir tidak mungkin ada yang bisa melakukan hal ini secara konsisten.
Mungkin kesulitan yang saya sebut di atas adalah alasan lain (selain Warren Buffet sang investor buy-and-hold yang menjadi orang terkaya di dunia) mengapa pakar selalu merekomendasi strategi beli-dan-pegang saham. Dengan menganjurkan strategi ini si pakar dapat dengan mudah menghitung imbal hasil dari data yang ada. “Kalau anda mulai buy-and-hold pada tahun 2000,” kata si pakar, “sekarang ini investasi anda naik 5%. Tapi kalau anda mulai sejak tahun 1990, investasi tersebut sudah naik 500%.”
Tapi kalau si pakar merekomendasikan trading, ia sulit menghitung imbal hasil teoritis yang kita dapat karena ia tidak tahu harus memakai data yang mana. Daripada sulit menjelaskan, lebih baik ia merekomendasikan beli-dan-pegang saja.
Nah, kalau tidak ada data imbal-hasil trading saham untuk kita bandingkan dengan strategi beli-dan-pegang, bagaimana kita bisa menyatakan mana yang lebih baik?
Lanjut ke “Investasi Saham atau Trading Saham, Mana Lebih Baik? (Bagian II)”
Pos-pos yang berhubungan:
- Apa Inti Analisa Fundamental?
- Cara Investasi Saham Jangka Panjang dengan Analisa Teknikal
[Pos ini ©2010 oleh Iyan terusbelajarsaham.blogspot.com. Hak Cipta dilindungi Undang-Undang.]