
| Erlangga Djumena |
Senin, 7 Mei 2012 | 07:49 WIB
SHUTTERSTCOK.COM
KOMPAS.com – Obral produk sepatu dan sandal Crocs pernah membuat fenomena. Produk dengan rupa-rupa model ini sukses menggelar obral (sale)
beberapa waktu lalu. Obral yang dilakukan sebetulnya tidak banyak
berbeda dengan sebelumnya. Akan tetapi, karena varian yang ditawarkan
menarik, pembeli tetap penuh sesak. Mereka rela antre beberapa kilometer
di mal untuk mendapatkan Crocs.
Selain Crocs, ada beberapa merek
yang melakukan obral. Misalnya Gucci, Burberry, Zara, dan Ermenegildo
Zegna. Semua meraih kesuksesan. Ada banyak faktor penyebab kesuksesan
ini, di antaranya cara mengemas obral, potongan harga yang ditawarkan,
serta lokasi dan pelayanan pengunjung di lapangan.
Banyak juga
perusahaan yang menggelar obral, tetapi sama sekali tidak sukses.
Penyebabnya, komoditas yang ditawarkan tidak menggetarkan minat membeli,
lokasi tidak representatif, dan penyelenggara obral tidak mampu
mengaduk emosi publik. Jadilah obral itu sepi pengunjung.
Menghadapi
persaingan usaha yang amat keras seperti tampak saat ini, semua
pengendali perusahaan harus mampu menghadapi semua kondisi lapangan.
Jangan latah sebab kreativitas perusahaan sangat dibutuhkan untuk
menghadapi persaingan usaha yang acap kejam.
Tidak ada ruang
untuk pebisnis yang tidak kreatif. Artinya, kalau sudah ada perusahaan
yang mendekati pasar dengan melakukan langgam obral, perusahaan lain
hendaknya mencari langgam lain agar publik tetap memberi apresiasi
tinggi kepada perusahaan tersebut.
Beberapa tahun terakhir,
sejumlah perusahaan kreatif dan inovatif sukses naik ke puncak bisnis
dengan formula yang mengesankan. Beberapa perusahaan properti sukses
menjalankan bisnis dengan genre baru. Perusahaan-perusahaan itu
membagikan kupon agar tidak saling sikut dan mendapat hak beli
berdasarkan urutan. Untuk mendapat nomor pun mesti menyetor tanda jadi
sekian juta rupiah.
Banyak pertanyaan mengemuka berkaitan dengan
antre nomor beli properti ini. Namun, seperti diutarakan Direktur
Eksekutif Summarecon Serpong S Benjamin, sistem kupon dipakai karena
jumlah peminat jauh lebih besar daripada unit rumah atau apartemen. Ini
sebuah kemajuan hebat sebab sekian tahun lalu, ketika masih krisis,
rumah bukan pilihan utama. Rumah bahkan menjadi hadiah untuk pembelian
aneka barang luks, seperti mobil. Kini, rumah kembali menjadi kejaran
penduduk.
Benjamin tidak sependapat dengan pandangan bahwa
penjualan rumah dengan urutan kupon sebagai taktik dagang. Kupon
diadakan agar tidak terjadi rebutan rumah sesama pembeli. ”Tren
penjualan memang sedang naik, Kami pernah menjual rumah 400 unit, yang
antre 2.500 pembeli. Penjualan selesai dalam empat jam.” ujarnya.
Kesuksesan
yang diraih sejumlah pengembang di Serpong tentu bukan usaha sehari.
Mereka membangun reputasi, servis, dan nilai dengan sabar selama puluhan
tahun. Hasil yang diraih sekarang salah satu puncak dari usaha panjang
dan kerap melelahkan pada masa-masa lalu.
Kerap kali para
pebisnis terjebak dalam keinginan meraih hasil instan. Tidak lagi
melihat proses. Sejumlah produk dunia, katakanlah seperti Coca Cola,
Apple, Mercy, Toyota, dan Samsung, meraih kesuksesan setelah menjalani
proses bertahun-tahun. Bukan hanya dalam semalam. (Abun Sanda)