Tidak tanggung-tanggung, Abunawas memutuskan untuk membuka toko pakaian di sebelah toko pakaian Nasarudin yang sudah sangat terkenal di kota Baghdad. Pada hari pertama buka, toko Abunawas pun ramai dikunjungi pembeli. Nasarudin yang sudah menjadi pedagang pakaian selama 25 tahun itu pun dibuat gundah gulana. Maka supaya tidak kehilangan pelanggan, Nasarudin pun memasang papan di depan toko nya, bertuliskan: “Toko Nasarudin: sudah melayani rakyat Baghdad sejak 25 tahun lalu”. Tidak mau kalah, keesokan harinya Abunawas pun memasang papan di depan toko nya, dengan tulisan: “Toko Abunawas: Baru buka kemarin, tidak menjual stok lama”. Nah, toko Abunawas pun makin rame!
Sesungguhnya dalam berbisnis yang namanya kehadiran pesaing adalah hal yang sangat lumrah. Malah aneh kalau ada bisnis yang gak ada pesaingnya. Namun rupanya dalam kisah di atas, Nasarudin merespon kehadiran pesaing bisnisnya dengan sikap yang berlandaskan pola berpikir “competitive mind”. Pikiran yang berdasarkan pada paham kelangkaan (scarcity). Bahwa sumber-daya itu langka, makanya kita harus melakukan kompetisi habis-habisan untuk menguasainya.
Paham ini sungguh kuat berakar dalam otak kita semua. Lihat saja definisi ilmu ekonomi yang banyak ditulis di buku-buku teks misalnya, kita akan menemukan definisi seperti: “allocation of scarce resources to satisfy unlimited wants”, atau “study of the choices people make to cope with scarcity”, atau “study of how to use our limited resources to satisfy our unlimited wants”, dan sebagainya. Kata kunci nya adalah, “keterbatasan sumber daya” dan “kebutuhan yang tidak terbatas”. Jadi dapat dibayangkan, dengan paham seperti ini, maka dorongan berkompetisi yang muncul adalah dorongan untuk mengalahkan lawan, atau nanti tidak kebagian. Yang pada akhirnya hanya akan memunculkan ketakutan, keresahan, kekhawatiran, dan sebagainya. Kalau Anda sudah paham prinsip Law of Attraction, bisa dibayangkan vibrasi yang akan terpancar dari pikiran seperti ini.
Sebetulnya ada alternatif yang lebih baik dari pola pikir “competitive mind” yang berlandaskan pada rasa takut (fear) dan kelangkaan (scarcity) ini. Yaitu pola pikir “creative mind”, yang berlandaskan pada paham kelimpahan (abundance), bahwa bahwa alam semesta menyediakan sumber daya yang melimpah-ruah. Yang justru tidak akan pernah ada habisnya jika manusia mampu melakukan eksplorasi. Jika competitive mind membatasi diri untuk memperebutkan hal-hal yang sudah ada dan tersedia, maka creative mind justru mendorong kita untuk menciptakan hal-hal yang baru yang mungkin sebelumnya belum pernah ada. Kalau Anda ingin berhasil mengembangkan usaha, maka justru menggunakan “creative mind” ini adalah salah satu rahasia penting, seperti diungkapkan oleh Wallace Wattles dalam bukunya Science of Getting Rich: “…man must pass from the competitive to the creative mind; otherwise he cannot be in harmony with the Formless Intelligence, which is always creative and never competitive in spirit.”
Jika kita amati, orang-orang yang sukses luar biasa dalam bisnisnya terbukti menggunakan prinsip ini. Mereka memasuki bisnis dengan “menciptakan” sesuatu yang baru. Menciptakan hal-hal yang sebelumnya belum pernah terpikirkan, dan kemudian sukses. Sebut saja Henry Ford, Colonel Sanders atau Bill Gates sebagai contoh. Anda juga bisa mencari contoh sendiri di sekitar Anda. Sebaliknya pebisnis yang menggunakan “competitive mind”, umumnya terjebak pada penyakit “me-too” yang kronis. Ketika orang ramai mendirikan bank, mereka ikut mendirikan bank. Ketika ramai orang mendirikan maskapai penerbangan, semua bikin maskapai penerbangan. Karena tidak terdorong untuk menciptakan hal yang baru, ujung-ujungnya adalah perang tariff, mengorbankan kualitas, dan akhirnya sama-sama kehilangan bisnis.
Bahkan tidak cukup dengan perang harga, di beberapa lingkungan bisnis, tidak jarang kompetisi dilakukan dengan cara yang sudah tidak mengindahkan etika bisnis lagi. Sabotase, mata-mata, pencurian ide, penjiplakan, dsb. Semuanya dilakukan karena ketakutan bahwa jika tidak melakukan hal demikian nanti kalah dari competitor dan tidak kebagian. Karena paham kelangkaan tadi.
Penganut “competitive mind” juga umumnya enggan bekerjasama. Mereka selalu takut “pihak lain” akan merebut kue rejeki yang di mata mereka sudah sempit itu. Sebaliknya, penganut “creative mind” umumnya sangat terbuka untuk melakukan kerjasama. Karena yakin, dengan kerjasama akan tercipta hal-hal baru yang akan mendatangkan bisnis lebih banyak lagi.
Tentu tidak ada salahnya memasuki bisnis yang sudah banyak pemainnya, dan kemudian berkompetisi. Karena kompetisi sendiri tidak akan bisa kita elakkan. Namun bisnis Anda akan lebih dahsyat lagi ketika Anda menggunakan “creative mind”, bukan “competitive mind”. Dengan dorongan untuk menciptakan hal yang baru, maka Anda tinggalkan rasa takut bahwa Anda akan dikalahkan kompetitor. Anda akan selalu yakin bahwa masih banyak peluang yang menunggu di eksplorasi. Anda akan selalu terbuka bekerjasama dengan siapapun. Sehingga vibrasi yang memancar dari diri Anda adalah vibrasi positif yang harmonis dengan vibrasi alam semesta yang pada dasarnya selalu kreatif itu. Dan semoga dengan demikian, keberhasilan akan semakin cepat Anda raih.
fauzi rahmanto