Alih Bahasa Oleh: Ratih
Tuna tidak perlu dipromosikan di Jepang, karena merupakan seafood terpopuler disana. Setiap tahun permintaan ikan tuna begitu besar. Nikkatsuren, Federasi Pencinta Ikan Tuna meluncurkan “Hari Tuna” (Maguro no hi). Hari itu, para penjual tuna memajang poster-poster dan membagikan kartu-kartu resep. Tanggal 10 Oktober merupakan tanggal pertama kalinya ikan tuna muncul dalam literatur Jepang, dalam koleksi puisi klasik abad 8 yang dikenal dengan Man’yoshu. Kebetulan tanggal 10 Oktober bertepatan dengan peringatan Hari Olahraga Nasional Jepang. Sehingga, Goro-kun si tuna sportif merupakan cara efektif untuk mempromosikan kebudayaan nasional Jepang, makanan sehat demi kehidupan yang aktif, dan liburan bersama keluarga.
Di luar Jepang, tuna mentah tidak dianggap lezat pada awalnya. Ide soal ikan mentah yang diiris tipis bukanlah sesuatu yang mudah diterima dalam kebudayaan masyarakat lain. Hanya sedikit makanan Jepang yang muncul di media Amerika Serikat setelah Perang Dunia kedua. Baru pada tahun 1960-an artikel tentang sushi muncul di sebuah majalah gaya hidup seperti Holiday dan Sunset. Tapi resep yang ditawarkan adalah sushi dengan bahan udang bukan ikan mentah yang dibungkus nasi. Pada tahun 1972, New York Times meliput tentang pembukaan sebuah restoran sushi dengan artikel berjudul “Wake Up Little Sushi!” review restoran ini menggiring pembaca untuk lebih mengenal sushi termasuk penciptanya di Amerika Utara. Tahun 1970-an memang tahun menanjaknya popularitas sushi di Amerika Utara, Eropa dan Amerika Latin. Sushi menjadi bagian dari fashion, “sushi” lip gloss diambil dari warna merah tuna mentah hingga “wasabi” cat kuku, berwarna hijau muda seperti warna daging alpukat.
Popularitas sushi berpengaruh pada naiknya penjualan ikan tuna di Jepang. Pada tahun 1984 dari 957 ton menjadi 5235 ton. Permintaan ikan tuna sebagai bahan utama sushi di dunia cukup mengejutkan. Hal ini diikuti dengan maraknya restoran sushi di berbagai belahan dunia, baik Asia maupun Eropa. Kendala cuaca kadang menjadi kendala dalam pengiriman sushi. Namun hal ini tidak menjadi kendala para pemilik restoran untuk memesan ikan tuna langsung dari Jepang.
Sushi kemudian menjadi bagian dari kehidupan bergengsi. Sushi disediakan bukan hanya di gerai-gerai atau restoran namun menjadi salah satu menu andalan hotel mewah. Maka permintaan chef ahli sushi pun meningkat. Demi memberikan kebutuhan akan chef di restoran-restoran dan hotel-hotel mewah, sebuah sekolah khusus didirikan di Tokyo, bernama Sushi Daigaku (Universitas Sushi) menawarkan sertifikat sushi bagi para siswanya. Sushi kemudian identik dengan budaya Jepang dimata dunia.
Sumber:
Watson, James I and Melissa I Caldwell (Editors). 2005. The Cultural Politics of Food and Eating: A Reader. Oxford: Blackwell Publishing