Apakah Utang Luar Negeri Indonesia Sudah Mengkhawatirkan?

Oleh: Cepy Suherman

Apa yang ada di benakmu ketika mendengar kata “Utang”? Mungkin akan ada banyak jawaban. Yang pasti punya utang itu ga enak, betul tidak?

Bicara masalah utang, hampir semua orang pernah berutang. Tidak hanya perorangan atau perusahaan, bahkan lembaga negara pun punya utang, termasuk negara kita. Jumlahnya ga tanggung-tanggung, mencapai ribuan trilyun.

Sampai dengan tahun 2018, besaran Utang Luar Negeri Indonesia mencapai sekitar 360 milyar dolar AS. Nilai ini setara dengan Rp4.700 trilyun. Sebuah angka yang tentunya sangat besar, sehingga wajar jika banyak orang menganggap hal ini sudah mengkhawatirkan. Tapi apakah sedemikian mengkhawatirkan?

Pada dasarnya ngutang itu boleh, asal sanggup bayar. Dan yang tidak kalah penting adalah utang luar negeri mesti digunakan untuk hal-hal yang produktif. Tentu saja sebuah utang bisa dikatakan produktif jika utang tersebut dapat mendorong pembangunan, menambah lapangan kerja, meningkatkan daya beli masyarakat, dan membantu kestabilan perekonomian.

Keputusan Pemerintah untuk berutang kepada pihak luar memang bukan tanpa alasan. Selain karena keterbatasan anggaran, pembiayaan yang mesti dikeluarkan Pemerintah pun memang sangat besar. Misalnya pembiayaan untuk pembangunan infrastruktur, pembayaran subsidi BBM, dan masih banyak lagi.

Mendanai pembangunan sebagian dari utang luar negeri mungkin suatu hal yang sulit dihindari. Sebagaimana dikutip dari harian Kompas (22/3), Faisal Basri, ekonom senior Institute for Development for Economics and Finance (INDEF), mengungkapkan bahwa utang sebuah negara merupakan bagian yang tak terpisahkan dalam roda pemerintahan setiap negara.

Negara-negara dengan nilai PDB terbesar di dunia (Amerika Serikat, Jepang, dan China) saja punya utang segunung. Jadi memang benar bahwa tidak ada negara yang tidak berutang. Tapi bukan berarti kita boleh ngutang seenaknya lho.

http://www.visualcapitalist.com

Jika kita bandingkan utang luar negeri Indonesia yang mencapai 4.700 trilyun dengan utang negara lain, sebenarnya nilai utang kita itu sangatlah kecil (cuma seupil). Bahkan jika kita membandingkannya dengan negara-negara di kawasan ASEAN, pun sebenarnya nilai utang kita tidak beda jauh. Yaa, beda-beda tipislah.

Kekhawatiran sebenarnya muncul saat utang luar negeri Indonesia mengalami kenaikan 10,3 persen memasuki tahun 2018. Pemerintah seperti terkesan mengobral utang luar negeri kepada negara lain. Hal inilah yang kemudian menimbulkan kecaman dan kritikan kepada pemerintahan Presiden Joko Widodo.

Sebenarnya nilai utang memang naik. Tapi bukan berarti langit runtuh, atau Indonesia bakal bubar di tahun 2030. Kita tidak bisa menilai perekonomian hanya di satu sisi saja. Semestinya kita melihat hal ini secara menyeluruh. Lihat kondisi APBN kita, apakah sehat atau tidak.

Mengutip pernyataan Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati yang mengklaim bahwa jumlah utang luar negeri Indonesia masih dalam batas aman. Rasio utang terhadap PDB hanya sebesar 30%. Ini masih jauh di bawah batas maksimum utang luar negeri yang ditetapkan dalam Undang-Undang Keuangan Negara Nomor 17 Tahun 2003 bahwa total utang Pemerintah terhadap PDB sebesar 60%.

finansianews.com

Sebagai perbandingan, negara-negara yang setara dengan Indonesia (peer countries) memiliki rasio utang terhadap PDB di atas Indonesia. Seperti Vietnam (63,4%), Thailand (41,8%), Malaysia (52,7%), Brasil (81,2%), Nikaragua (35,1%), dan Irlandia (72,8%) (metrotvnews.com).

Selama ini Indonesia memang menganut sistem anggaran defisit. Meski demikian, defisit anggaran tersebut tetap dijaga dengan hati-hati untuk selalu di bawah 3% terhadap PDB. Bagi negara yang sedang berkembang seperti Indonesia, utang merupakan salah satu sumber dana untuk membantu percepatan proses pembangunan.

Berutang memang selalu menjadi hal yang membuat setiap Pemerintah merasa dilematis. Meski demikian bukan berarti kita tak boleh berutang. Justru yang mesti dilakukan adalah memperkuat manajemen risiko terhadap utang tersebut. Salah satunya dengan melakukan lindung nilai (hedging).

Dalam jangka panjang, untuk mengurangi ketergantungan kita terhadap utang, hal yang mesti dilakukan adalah meningkatkan penerimaan negara. Salah satunya melalui pajak.

Nah, di sinilah peran kita sebagai warga negara yang baik untuk selalu taat membayar pajak dalam rangka membantu meningkatkan penerimaan negara, di samping pengawasan atas penggunaan anggaran negara tersebut.

Terimakasih telah membaca di Topbisnisonline.com, semoga bermanfaat, mulai lah buat iklan gratis di Iklans.com dan lihat juga di situs berkualitas dan paling populer Piool.com, Aopok.com dan join di komunitas Topoin.com.


Top Bisnis Online
Logo
Compare items
  • Total (0)
Compare
0